“Dan barangsiapa yang mentaati Allah, Rasul-Nya, mereka itu akan bersama-sama dengan orang-orang yang dianugerahi nikmat oleh Allah yaitu : para nabi, para al-shiddiiqiin, para syuhada’, dan orang-orang shalih. Mereka itulah teman sebaik-baiknya” (QS Al-Nisa [4] ayat 69)
Salah satu kriteria yang membedakan cinta dengan perasaan-perasaan lainnya adalah keinginan untuk selalu bersama dengan kekasihnya. Jika seseorang hanya menyukai seseorang dan tidak mencintainya, keinginan untuk selalu bersama orang tersebut tidak muncul dari dalam hatinya.
Keinginan untuk senantiasa bersama dengan orang yang dicintainya merupakan suatu ciri yang khas dari keberadaan cinta, sehingga apabila Anda menyatakan cinta kepada seseorang tetapi tidak ada keinginan untuk selalu bersamanya, maka pernyataan Anda tersebut perlu dipertanyakan.
SESEORANG BERSAMA ORANG YANG DICINTAINYA
Al-Suyuthi di dalam Tafsirnya Durr al-Mantsur, meriwayatkan bahwa seorang lelaki datang kepada Nabi saww seraya berkata, “Wahai Rasulullah! Sesungguhnya engkau benar-benar aku cintai daripada diriku sendiri, dan engkau benar-benar aku cintai daripada anakku. Dan sungguh, apabila aku berada di rumah, aku selalu teringat padamu dan aku tak dapat menahan sabar hingga aku bisa melihatmu seperti sekarang ini. Andai saja aku mati dan masuk surga bersama dengan para Nabi, aku takut jika aku tidak melihatmu di sana. Mendengar hal tersebut Nabi saww tidak berkomentar sedikit pun sampai turun malaikat Jibril dengan ayat “Barangsiapa yang mentaati Allah dan Rasul-Nya…” (QS 4 : 69). 69]
Diriwayatkan bahwa seorang laki-laki bertanya kepada Rasulullah saww tentang Hari Qiyamat? lalu Rasulullah saww bertanya, “Apa yang telah engkau persiapkan untuk itu?” Laki-laki tersebut menjawab, “Tiada yang kupersiapkan sesuatu pun yang besar kecuali bahwa aku sungguh-sungguh mencintai Allah dan Rasul-Nya” Maka Nabi pun berkata kepadanya,”Kalau begitu engkau bersama orang yang engkau cintai!” 70]
Diriwayatkan oleh Anas bahwa seorang laki-laki dari al-Baadiyah bertanya kepada Nabi saww, “Wahai Rasulullah! Kapankah tibanya Hari Qiyamat?”. Tetapi tiba-tiba waktu shalat pun tiba sehingga Nabi saww menunda untuk menjawab pertanyaan orang tersebut. Setelah Nabi menyelesaikan shalatnya, Nabi saww pun bertanya, “Dimana orang yang tadi bertanya tentang Hari Qiyamat?”. Lelaki itu pun datang menjawab, “Aku, ya Rasulullah!”. Nabi bertanya kepadanya, “Apa yang sudah engkau persiapkan untuk itu?”. Laki-laki itu pun berkata, “Demi Allah, tidak banyak amal yang kupersiapkan untuk itu, termasuk shalat dan puasa, kecuali aku sungguh-sungguh mencintai Allah dan Rasul-Nya”. Maka Nabi pun berkata kepadanya,”Seseorang bersama yang dicintainya”. Lalu Anas berkomentar : “Tidaklah kulihat sebelumnya kaum muslimin sebegitu gembiranya karena sesuatu pun setelah Islam melebihi kegembiraan mereka setelah mendengar pernyataan Nabi mengenai hal ini” 71]
Diriwayatkan bahwa seorang laki-laki datang kepada Nabi saww seraya berkata, “Wahai Rasulullah, seorang laki-laki mencintai melakukan shalat, tetapi ia hanya melakukan shalat wajib saja dan ia mencintai sedekah, tetapi ia hanya bersedekah yang wajib saja (zakat), ia juga mencintai puasa tetapi ia hanya berpuasa di bulan Ramadhan saja”. Rasulullah saww pun berkata kepadanya, “Seseorang bersama dengan yang dicintainya.” 72]
Seseorang tidak cukup menyatakan cinta sebelum ia membuktikan keberadaan cinta yang ada dalam lubuk hatinya. Ia mesti memiliki keinginan yang berkobar-kobar untuk senantiasa bersama dengan orang yang dicintainya.
Anda mungkin masih ingat peristiwa bersejarah tentang Perang Uhud, yaitu ketika perang sedang berkecamuk, tersebarlah isu terbuhnya Rasulullah saww. Mus’ab bin ‘Umair, pembawa panji Islam yang gagah berani terbunuh oleh Laitsi, kafir Quraisy. Mus’aib bin ‘Umair yang menutup wajahnya dikira sebagai Rasulullah oleh Laitsi. Laitsi berteriak bahwa ia telah berhasil membunuh Muhammad.
“Muhammad telah terbunuh! Muhammad telah terbunuh!”
Kabar angin tersiar di kalangan kaum kafir Quraisy dan juga di kalangan pasukan kaum muslimin.
Berita palsu ini lebih melemahkan kaum muslimin ketimbang menguatkan semangat kaum kafir Quraisy. Diriwayatkan oleh Anas bin Malik, dari pamannya Anas bin Nazar bercerita, “Ketika tentara Islam berada dalam tekanan dan kabar kematian Nabi menyebar, kebanyakan kaum muslimin memikirkan nyawa mereka sendiri dan setiap orang mencari perlindungan di berbagai sudut” Anas bin Nazar menambahkan, “Saya melihat sekelompok Muhajirin dan Anshar, termasuk Umar bin Khaththab dan Thalhah bin ‘Ubaidillah al-Taimi duduk di suatu sudut dan mencemaskan diri mereka sendiri. Saya pun (Anas bin Nazhar) berkata kepada mereka, “Apabila Nabi telah terbunuh maka tak ada gunanya hidup. Bangkitlah dan temui kematian syahid di jalan yang sama dengan Nabi” 73]
Pernyataan Anas bin Nazar ini bisa menjadi contoh seberapa besar cinta seseorang kepada Nabi saww? Kecintaan yang besar membuat sang pencinta ingin selalu bersama dengan sang kekasih, kemana pun sang kekasih pergi.
Para pencinta mati setiap waktu,
tapi kematian mereka senatiasa beraneka.
Seorang pencinta menerima dua ratus roh dan roh Penuntun,
dan siap mengorbankan diri setiap saat.
(Rumi, Diwan i Syams : 21253)
Laa hawla wa laa quwwata illa billah.
Catatan Kaki :
[69] Tafsir Durr al-Mantsur 2 : 182.
[70] Kanz al-‘Ummal hadits no. 25553.
[71] Bihar al-Anwar 17 : 13.
[72] Ibid, 68 : 70.
[73] Sirah Ibn Hisyam 2 : 83. ;
diambil dari : qitori.wordpress.com
Bagus bangetttttttt… :(